Latar Belakang Suku dan Program Salam-Sapa

Perubahan dunia dalam berbagai aspek telah mempengaruhi juga perubahan lingkungan hidup sebagai tempat tinggal makhluk hidup di dalamnya. Manusia sebagai makhluk hidup yang berakal dan berbudhi diharapkan dapat menjadi pelaku utama dalam menentukan kelangsungan hidup makhluk hidup lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan di planet Bumi. Namun dalam berbagai hal, manusia telah lalai dan berlaku salah dalam mengelola kehidupannya. Sehingga telah terjadi berbagai kerusakan lingkungan alam yang mengganggu hidupnya sendiri, makhluk hidup lainnya dan kehidupan itu sendiri secara keseluruhan.

Hutan primer sebagai salah satu tempat menghuninya berbagai makhluk hidup, telah dimanfaatkan oleh manusia untuk mengambil dan menebang pohon untuk diambil berbagai jenis kayu oleh perusahaan–perusahaan yang mendapat ijin resmi dari pemerintah.

Kepentingan manusia–manusia mengabaikan varietas  pohon dalam hutan. Hutan di wilayah tropis juga diubah menjadi hutan tanaman pohon sawit dan menghilangkan varietas  pohon–pohon tropis yang memiliki multifungsi. Pohon dan hutan sawit hanya mengejar kepentingan ekonomi manusia dengan tidak mempertimbangkan keseimbangan lingkungan alam, telah mengakibatkan berbagai dampak lingkungan seperti hilangnya sumber-sumber air dan berakibat juga dengan bencana kebakaran hutan-hutan gambut yang menimbulkan polusi udara, serta banjir yang menimpa manusia di sekitarnya.

Sumber – sumber mineral seperti tambang emas, tembaga, dan batu-bara yang ada di dalam perut bumi juga menjadi sasaran eksploitasi manusia. Pengelolaan sumber–sumber alam bawa tanah ini lebih sering mengabaikan aspek keseimbangan lingkungan hidup dan membiarkan tanpa sengaja atau sengaja untuk mencemarkan tanah dan lingkungan di sekitarnya. Polusi udara dan tanah yang diakibatnya, telah mematikan berbagai jenis tumbuhan dan hewan baik di daerah aliran sungai, danau dan perairan laut di sekitarnya. Kondisi ini terjadi di seluruh belahan dunia, terutama di daerah tropis yang kaya akan sumber dalam alamnya.

Nilai keharmonisan yang sebelumnya ada dan terpelihara dengan rukun di antara manusia dan makhluk hidup lainnya, telah hilang oleh keserakahan dan tidak bijaksananya manusia yang memonopoli kehidupan dan menganggap lebih superior dari manusia lain. Dengan pengetahuan dan teknologi yang diciptakannya, manusia berusaha dengan berbagai cara untuk menguasai dan mengelola sumber – sumber daya alam di belahan dunia. Nilai keharmonisan yang sejati dianggap dapat diciptakan melalui pengetahuan dan teknologi yang dapat mengubah dunia yang dianggap primitif menjadi dunia modern dan akan tercipta keharmonisan sejati dialamnya. Namun sampai saat ini, dunia khayalan yang dicita-citakan tidak pernah terwujud. Sementara dampak–dampak lingkungan yang ditimbulkan, telah mengakibatkan korban manusia lain dan lingkungannya menjadi terancam punah secara cepat maupun  perlahan.

Manusia kembali merenung kelangsungan hidupnya untuk melanjutkan cita-citanya untuk menciptakan dunia khayalannya, atau kembali merefleksikan kehidupan nenek-moyangnya yang hidup sejahtera dan bersahabat dengan lingkungannya pada zaman dahulu. Walaupun kehidupan manusia di berbagai suku–suku bangsa yang telah hidup lama dengan lingkungannya masing–masing yang dianggap primitif dan ketinggalan zaman.

Dengan ideologinya masing–masing, manusia dalam berbagai suku bangsa hidup bersahabat dengan lingkungannya. Pengetahuan, bahasa dan teknologi yang diciptakan cukup bersahabat dengan lingkungannya, sehingga kelangsungan hidupnya dapat terjaga dan berkesinambungan. Kehidupan di setiap suku–suku bangsa memiliki ceritanya masing–masing, yang menggambarkan adanya keharmonisan yang dipelihara di antara manusia dan dengan lingkungan hidupnya. Eksistensi setiap suku bangsa ini, memiliki warna tersendiri di setiap suku di seluruh belahan dunia sebagai tempat hidup dan menjadi cerita yang pernah ada.

Eksistensi suku–suku yang ada di atas tanah Papua, telah hidup sejak dahulu kala dengan sejarah asal–usulnya masing–masing. Dengan kondisi topografi tanah Papua yang beragam, baik di daerah kepulauan, pesisir pantai, daerah aliran sungai, daerah dataran rendah, daerah perbukitan, dan daerah pegunungan. Kondisi topografi ini sebagai faktor terpenting yang mempengaruhi kehidupan budaya dari setiap suku yang berbeda dan bervariasi. Eksistensi setiap suku di atas tanah Papua ini dilengkapi dengan pengetahuan hidup yang telah ada sejak nenek moyangnya hadir di atas tanah Papua.

Adanya perkembangan masyarakat dunia yang terjadi, dengan adanya migrasi dan perkembangan teknologi, maka eksistensi dari setiap suku ini satu demi satu diketahui oleh dunia luar. Baik yang telah bermigrasi keluar tanah Papua, terutama suku–suku yang ada di pesisir pantai dan kepulauan yang bermigrasi ke wilayah Maluku dan daerah lain, maupun para migran yang datang dan sampai di setiap wilayah di tanah Papua.

Berdasarkan kategori bahasa lokal, maka ada sekitar 250 sampai 271 bahasa lokal yang digunakan oleh setiap suku tersebut. dengan adanya pengaruh bahasa migran yang masuk dan mendominasi penutur bahasa–bahasa lokal tersebut, maka satu demi satu bahasa lokal ini semakin tidak digunakan dan hilang dengan sendirinya. Sebagai salah satu indikator, maka bahasa menjadi indikator dari eksistensi suatu suku tersebut. oleh sebab itu, maka dapat diasumsikan bahwa ada sekitar 250 sampai 271 suku yang hidup diatas tanah Papua. Untuk mengetahuinya, maka perlu dikaji dan dilakukan pemetaan secara holistik, sehingga asumsi eksistensi 250 sampai 271 suku ini dapat diketahui kebenarannya secara bersama oleh semua pihak.

Source: WordPress SAPA Blog