Oleh: Elizabeth Nathania T.S, S.Th. (alumni SAAT, melayani di GKI Gunung Sahari)
Melihat kenyataan banyak pencemaran lingkungan yang menyebabkan musim tidak menentu dan debit air di dunia makin meningkat karena es di Kutub sudah mulai mencair, membuat banyaknya himbauan untuk menjaga ekosistem.1 Di satu sisi manusia merasa dirinya berkuasa atas binatang, tumbuhan, dan alam. Manusia akhirnya mengeksploitasi alam untuk pemenuhan kerakusan pribadinya. Alam dijadikan objek untuk ‘melayani’ keegoisan manusia. Sebagai orang Kristen, kita mengakui adanya Tuhan sebagai Pencipta dan alam serta manusia sebagai ciptaan-Nya. Kita menganggungkan Tuhan sebagai pencipta dan keindahan serta keajaiban ciptaan-Nya, namun, kita juga mengeksploitasi alam ciptaan. Eksploitasi yang terjadi menyebabkan adanya ketidakseimbangan ekosistem. Kenyataan ini mendorong penulis untuk membuat paper ajaran berkaitan dengan ekologi dalam memenuhi kewajiban penyamaan teologi. Penulis tergerak untuk menelusuri apa makhsud perkataan Tuhan kepada manusia untuk berkuasa atas segala ciptaan. Mengapa gereja wajib berpartisipasi dalam isu krisis ekosistem yang ada? Sebagai orang percaya, apa peran gereja dalam memperbaiki ekosistem yang rusak ini?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis pertama-tama akan meninjau pendapat para teolog mengenai kaitan ekosistem dengan penginjilan dan keselamatan. Kedua, penulis akan meninjau Markus 16:15 sebagai acuan Alkitab dalam meninjau konsep penginjilan kepada segala makhluk. Ketiga, penulis akan memaparkan implikasinya bagi gereja berkaitan dengan penginjilan kepada segala makhluk.
Alasan Teologis Ekosistem Perlu Dipelihara
Bartolomeus, Professor Hetzberg, dan Fazlun Khalid dalam artikel yang berjudul Religion and Nature menyatakan bahwa “The world of contemporary ecology is the world of crusading movements seeking salvation for the earth’s ecosystems”.2 Ekosistem adalah hal yang penting untuk diselamatkan karena ekosistem bukan hanya objek untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ekosistem justru menopang kelangsungan hidup manusia. Ekosistem seharusnya menjadi objek kasih manusia sebagai wujud pemenuhan panggilan Allah untuk berpartisipasi dalam relasi dengan Allah.3
Bahkan dalam artikel tersebut dituliskan, “The Abrahamic religious traditions of Judaism, Christianity, and Islam preserve the attitude that the meaning and significance of nature – creation – is not exclusively instrumental. In these traditions, the world is a creation of God.”4 Ketiga agama yang mengacu pada iman Abraham menyatakan bahwa alam ciptaan itu bukan hanya sekedar instrumen tetapi adalah ciptaan Allah yang perlu untuk dihargai dan dibudidayakan. Allah memberikan hak manusia untuk menikmati kekayaan alam supaya manusia bisa merasakan kasih Allah. Tidak sepantasnya menyalahgunakan hak yang diberikan oleh Allah ini dengan mengeksploitasi alam.
Apalagi alam adalah inkarnasi dari Firman Allah yang dalam Yohanes 1 merujuk pada Tuhan Yesus sendiri. Alam mengandung hikmat dan kasih sang Pencipta. Merusak alam sama dengan menyakiti sang Pencipta.5 Dalam Kolose 1:15-16 dituliskan bahwa Kristus adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, dimana Kristus seperti rahim dari semua ciptaan dimana di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu. Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Kristus terhubung langsung dengan ciptaan. Merusak alam berarti menyakiti gambar Allah dalam diri Yesus.
Manusia diundang untuk menjadi partner Allah untuk memelihara alam ciptaan menjadi tempat yang teratur bukan menjadi tempat yang kacau. Manusia diberi hak untuk berkuasa atas alam dalam konteks moralitas, keadilan, dan belas kasihan. Bartholomeus menuliskan, “We have been given great power and authority by God, but only to be used on God’s behalf , not for our own ends and ambitions.”6 Manusia dipanggil untuk berkuasa dengan hati sebagai penatalayan (stewardship) dari alam ciptaan.
Dalam kejadian 1 kata berkuasalah ( ו֞ ּדְ ור ) atas ciptaan ditulis setelah ayat yang menyatakan bahwa manusia diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah untuk menjadi representasi Allah. Ketika manusia berkuasa atas ciptaan itu artinya manusia berkuasa atas kepentingan Allah bukan berdasarkan keinginan manusia sendiri. Manusia sebagai representasi Allah memperlakukan alam ciptaan seperti Allah memperlakukan ciptaan. Tentu Allah tidak akan mengeksploitasi dan merusak ciptaan. Demikianlah manusia juga merawat alam ciptaan sehingga tercipta keteraturan di dalam alam ciptaan.Wenham berpendapat:
Because man is created in God’s image, he is king over nature. He rules the world on God’s behalf. This is of course no license for the unbridled exploitation and subjugation of nature. Ancient oriental kings were expected to be devoted to the welfare of their subjects, especially the poorest and weakest members of society (Ps 72:12–14). By upholding divine principles of law and justice, rulers promoted peace and prosperity for all their subjects. Similarly, mankind is here commissioned to rule nature as a benevolent king, acting as God’s representative over them and therefore treating them in the same way as God who created them.7
Manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah ini dalam hal eksistensinya seharusnya memiliki kualitas pribadi yang (1) rational dan bebas, (2) imajinatif dan transformatif, (3) berani menghadapi realitas secara bertanggung jawab, dan (4) dapat menentukan pilihan ketika bertindak.8 Kualitas pribadi manusia yang tidak dimiliki ciptaan lain ini seharusnya memampukan manusia untuk berpartisipasi bersama dengan Allah untuk memelihara alam ciptaan. Memelihara artinya mengayomi dan membuat alam ciptaan menjadi tetap teratur.9
Jurgen Moltman dalam bukunya God in Creation menuliskan bahwa: If we keep in view the goal of creation’s history, we can discern in the created world the real promises of the kingdom of glory. The present world the real promises of the kingdom of glory. The present world is a real symbol of its future. By virtue of its self-transcendence, all created things point beyond themselves. Because of its non-identity, created things are open for their future truth. We therefore perceive that creation is aligned towards history, but that, all the same, its ultimate meaning is not that it provides a theatre for God’s history with men and women; for the ultimate meaning of history itself is to be found in the new, consummated creation. Creation in the beginning is therefore certainly open for salvation history; but salvation history, for its part, exist for the the sake of the new creation. Consequently even creation in the beginning already points beyond salvation history towards its own perfected completion in the kingdom of glory. In this respect history is not the framework of creation; creation is the framework of history. This sets limits to the ‘historization of the world’. Creation is more than merely a stage for God’s history with men and women. The goal of this history is the consummation of creation in its glorification.10
Pemenuhan tujuan dari kerajaan Allah sesungguhnya bukanlah terpusat pada manusia saja. Tujuan kerajaan Allah adalah konsumasi ciptaan dalam glorifikasi dari ciptaan.
Dalam Wahyu 21:1 dituliskan mengenai langit dan bumi yang baru. Istilah baru yang digunakan adalah καινός yang artinya baru dalam hal kualitas dan bukan dalam hal waktu. Istilah baru dalam nuansa waktu memakai istilah νέος.11 Jadi langit dan bumi yang baru bukan berarti kita dibawa pergi dari langit dan bumi yang ada sekarang. Kita justru tetap ada di langit dan bumi seperti sekarang namun dengan tatanan yang baru. Langit dan bumi yang sekarang ada disebut sebagai cicipan dari pengharapan eskatologis. Tatanan yang baru dimana tidak ada lagi air mata, maut, perkabungan, dan dukacita. Allah dalam tatanan yang baru telah mengadakan renovasi etika dan bukannya perubahan radikal bentuk (elemen fisik) dari langit dan bumi. Manusia yang telah ditebus dari dosa oleh Tuhan Yesus seharusnya memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai pribadi yang telah mendapat pembaharuan etika. Ketika manusia menjadi milik Kristus maka manusia dituntut untuk melakukan pembaharuan budi (Roma 12:2).
Ciptaan bukan hanya manusia, melainkan semua hal yang Allah ciptakan. Itu artinya termasuk ekosistem adalah ciptaan yang bukan hanya menjadi objek dari pemenuhan kebutuhan manusia semata. Di dalam alam yang tidak sempurna karena tercemar oleh efek dosa terdapat pengetahuan tentang Allah yang mendasar.11 Manusia dituntun menemukan Allah yang sejati melalui alam seperti istilah Thomas Aquinas gunakan, praeambula ad articulos fidei. Apa yang ada di alam membuat manusia mengerti apa yang manusia imani karena apa yang ada di alam komprehensif dengan apa yang ada di Alkitab.
Selain itu, pengetahuan tentang Allah itu tidak diberikan secara langsung. Allah memakai Yesus Kristus sebagai mediasi. Allah juga memakai alam sebagai cicipan dari kemuliaan yang akan datang dan metafora dari Kerajaan Allah.12 Moltman menuliskan, If we understand the parable as the hidden presence of a qualitatively nem, redeeming future in the everyday experiences of this world, then the parable becomes the promises.13 Dunia sekarang ini adalah janji dari pengharapan eskatologis. Manusia wajib untuk memelihara alam ciptaan sebagai janji pengharapan eskatologis.
Sallie Mcfague berpendapat bahwa Tuhan Yesus peduli pada kaum yang miskin, tertindas, dan lemah. Tuhan Yesus juga peduli terhadap pemulihan fisik kaum yang lemah. Mcfague berpendapat bahwa kaum yang lemah ini termasuk alam karena alam ada dalam kondisi kritis. Dosa membuat manusia berbuat kejahatan terhadap alam.14 Ketidakseimbangan ekosistem sebenarnya bukan hanya krisis pada alam, tetapi juga krisis pada manusia. Manusia yang adalah ciptaan, bertindak sebagai pencipta. Manusia sebagai ciptaan yang diciptakan lebih tinggi dari ciptaan lainnya diberi mandat untuk berkuasa sebagai pemelihara bukan dengan semena-mena dieksploitasi. Jika kita sudah menjadi pengikut Kristus seharusnya kita pun meneladani Yesus dengan peduli pada kaum yang lemah dimana di dalamnya termasuk alam ciptaan. McFague menuliskan “The cosmic Christ as the shape of God’s body also tells us that God suffers with us in our suffering, that divine love is not only with us in our active work against the destruction of our planet but also in our passive suffering when we and the health of our planet are defeated.” 15 Kristus yang telah bangkit adalah Kristus yang kosmik yang telah bebas dari tubuh Yesus dari Nazaret. Kristus yang bangkit kini bisa hadir dalam dan dimana saja.16 Yesus bersama-sama dengan manusia merasakan penderitaan manusia. Yesus yang dekat ini juga mau memulihkan dunia dengan kasih-Nya yang secara aktif bersama manusia melawan perusakan bumi.
Eksposisi Markus 16:15
πορευθέντες εἰς τὸν κόσμον ἅπαντα κηρύξατε τὸ εὐαγγέλιον πάσῃ τῇ κτίσει
Ayat ini mengacu pada Matius 28-19-20 yang berisi tentang misi orang percaya yang diberikan oleh Tuhan Yesus. Uniknya dalam Markus 16:15 dicantumkan penginjilan kepada segala makhluk. Segala makhluk πάσῃ τῇ κτίσει merupakan kata yang sama yang dipakai dalam Roma 1:20, konteksnya seluruh ciptaan. Semua ciptaan berarti termasuk di dalamnya alam. Menyampaikan injil τὸ εὐαγγέλιον merupakan penyampaian kabar gembira. Penyampaian kabar gembira atau sukacita kepada alam artinya manusia diminta untuk merawat dan memperlakukan ciptaan lain dengan baik sehingga ciptaan yang lain dapat merasa sukacita. Memperlakukan dengan baik ini ukurannya adalah apa yang Allah lakukan. Manusia sudah mendapat kabar sukacita dari Allah tentang pembebasan dari kutuk dosa dan manusia sudah dilimpahi oleh kasih Allah. Manusia yang telah dimampukan untuk memilih melakukan apa yang Allah senangi, wajib untuk melimpahkan kasih yang daripada Allah ini kepada ciptaan yang lain. Manusia yang telah mengalami renovasi etikal dimampukan untuk berpikir dan berperilaku sama seperti manusia ketika belum jatuh dalam dosa. Manusia sebagai ciptaan yang bebas dari dosa yang membuat pusat dari hidupnya adalah diri sendiri kini dipulihkan gambarnya. Manusia yang seturut gambar dan rupa Allah memelihara keteraturan dalam ciptaan.
Implikasi Bagi Gereja
Gereja dipanggil untuk peduli kepada ekosistem sebagai bentuk partisipasi dan pemenuhan amanat Ilahi. Berikut adalah usulan apa yang gereja bisa lakukan dalam berpartisipasi menjalankan misi Allah untuk memeliharan, menyelamatkan dan memulihkan ekosistem di Indonesia:
- Penyuluhan secara tegas kepada anggota jemaat dari usia dini sampai lansia bahwa gereja perlu terlibat dalam misi penyelamatan ekosistem yang mengalami krisis.
- Pengurangan penggunaan kertas sebagai warta gereja dan dokumen gereja lainnya. Mengingat penggunaan kertas berasal dari pohon. Jika pohon terus ditebang maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam ekosistem. Tekonologi jaman ini juga sudah mendukung adanya penyebarluasan warta melalui web tanpa kertas. Liturgi pundapat dibaca melalui layar LCD proyektor. Berkas-berkas gereja dalam disimpan dan dibuat dalam bentuk softfile dan disimpan di hardisk komputer ataupun aplikasi (Cloud, google drive, dkk) yang bisa diakses oleh orang yang berkepentingan dimana saja dan kapan saja.
- Penanaman pohon sebagai program bulan misi dan proyek akhir katekisasi.
- Pembatasan penggunaan AC (Air Conditioner) secara berlebihan yang dapat menimbulkan efek pemanasan global
- Pembatasan kendaraan pribadi mengingat banyak gereja yang memiliki ladang parkir kurang serta dampak emisi kendaraan yang dapat berdampak pada pemanasan global.
Catatan akhir:
1 http://nationalgeographic.co.id/berita/2017/01/menelisik-lebih-dalam-tentang-pemanasan-global; http://nationalgeographic.co.id/berita/2017/01/menelisik-lebih-dalam-tentang-pemanasan-global; https://tekno.tempo.co/read/news/2017/05/03/095871839/hal-hal-buruk-ini-terjadi-bila-suhu-bumi-naik-1-5-derajatcelcius; https://tekno.tempo.co/read/news/2017/01/10/061834356/beruang-kutub-terancam-punah-begini-langkahamerika diakses pada 2 September 2017 pk 12.38 WIB.
2 Bartolomeus, Profesor Rabbi Arthur Hertzberg, and Fazlun Khalid (ed. Martin Palmer), Religion and Nature: The Abrahamic Faiths’ Concepts of Creation in Spirit of the Enviroment: Religion Value, and Enviromental Concern (ed. David E. Cooper dan Joy A. Palmer) New York: Routledge, 1998. 30, 30-41.
3 Ibid. 41.
4 Bartolomeus, Profesor Rabbi Arthur Hertzberg, and Fazlun Khalid (ed. Martin Palmer), Religion and Nature: The Abrahamic Faiths’ Concepts of Creation in Spirit of the Enviroment: Religion Value, and Enviromental Concern (ed. David E. Cooper dan Joy A. Palmer) New York: Routledge, 1998. 31, 30-41.
5 Bartolomeus, Religion and Nature 34. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Sallie Mcfague bahwa dunia ini adalah tubuh Allah. Dunia merupakan kehadiran dan keberadaan Allah (Sallie Mcfague, The Body of God: An Ecological Theology [Minneapolis: Fortress,1993], 148.
6 Bartolomeus, Religion and Nature 34-35.
7 Wenham, Gordon J.: Word Biblical Commentary : Genesis 1-15 (Vol.1; Dallas : Word, 2002) 33
8 Biru Kira, Menafsir Dunia: Sebuah Usaha Menyajikan Kembali Pikiran George F. McLean Dalam Rangka Merespons Zaman Global (Yogyakarta: Kanisius, 2012) 29.
9 Ibid. 30-31.
10 Jurgen Moltmann, God in Creation (Minneapolis: Fortress, 1985) 56.
11 H. Haarbeck, H.-G. Link, dan C. Brown, DNTT II, 669–74; H. Haarbeck, DNTT II, 674–76; Beale, G. K.: The Book of Revelation : A Commentary on the Greek Text (Grand Rapids,: Eerdmans; Paternoster, 1999, 1040
11 Ibid. 57.
12 Ibid. 58.
13 Ibid. 62. Bdk. P. Ricoeur, ‘The Hermeneutics of Symbols and Philosophical Reflection’ in The Conflict of Interpretations (ET Evanston, 1974) 287-334.
14 Mcfague, Body of God 165.
15 Ibid. 190
16 Ibid. 179.