Alam Menuntut Keseimbangan sesuai Hukum Keseimbangan Alam

Alam Menuntut Keseimbangan sesuai Hukum Keseimbangan Alam

Oleh: Deny Samben (Kristen Hijau Bandung)

Kejadian 2:16-17 (TB)

Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas,

tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”

Pertanyaan paling umum terkait bagian ini ialah, “Jika Allah tahu manusia akan berdosa dan makan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat, mengapa Allah menciptakan pohon tersebut?” Kemudian kalimat yang paling sering dijadikan sebagai jawaban ialah “Karena Allah ingin menguji apakah manusia juga mengasihi Allah, sebagaimana Allah mengasihi manusia”.

Tulisan ini akan menyoroti kejadian 2:16-17 dari sisi yang berbeda. Pertanyaan kita nantinya bukan lagi, “mengapa Allah menciptakan”, “tetapi mengapa Allah melarang”. Sebuah pertanyaan yang akan menggiring kita untuk melihat kemerosotan moral serta kerakusan manusia sejak melakukan larangan Allah yang pertama di dalam teks Alkitab.

Lahirnya sistem di luar sistem Allah

Sejak awal penciptaan hingga selesainya pada hari yang ke enam, sesuai dengan kesaksian kitab Suci, hanya sistem Allah lah yang berlaku bagi seluruh ciptaan. Frasa “jadilah petang dan jadilah pagi” setiap kali Allah selesai mencipta satu tatanan menunjukkan bahwa Allah senang dengan keseimbangan. Siang dan malam, cakrawala dan lautan, hewan yang melata dan terbang, laki-laki dan perempuan, merupakan sebuah harmoni yang sangat indah di mata Allah (band. Kej1:31). Inilah sistem yang Allah ciptakan dan kehendaki agar terus berlaku di muka bumi.

Dari sini kita seharusnya sudah mampu melihat gambaran besarnya, bahwa larangan untuk memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat tidak bertujuan untuk menguji kasih manusia kepada Allah, tetapi semata-mata karena Allah menghendaki adanya keseimbangan di alam yang Tuhan telah ciptakan dengan sungguh amat baik. Ada buah pohon yang boleh dan tidak boleh dimakan. Demikianlah singkatnya. Asumsi “Allah menguji manusia” semakin harus ditinggalkan karena hal tersebut kontras dengan relasi yang begitu dekat dan hangat antara Allah dan manusia ketika dunia belum jatuh di bawah kutuk dosa. Ujian cenderung dilatarbelakangi oleh kecurigaan (band. Ayub 1:9-12), atau sebuah kekhawatiran kalau-kalau yang diharapakan dari seseorang tidak mampu terpenuhi. Ini jelas tidak terlihat dalam relasi antara Allah dan manusia. Kalimat “Allah melihat semua itu sungguh amat baik” dan mandat yang diberikan dari Allah kepada Adam untuk menamai semua binatang yang ada serta memelihara bumi menunjukkan sebuah konsep kepercayaan yang mutlak tanpa keraguan sehingga manusia tidak perlu diuji. Itulah sebabnya ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Allah begitu murka karena kepercayaan-Nya telah dikhianati.

Pengkhianatan manusia terhadap Allah akhirnya menciptakan sistem yang baru di luar sistem Allah. Jika harmoni dan keseimbangan adalah sistem yang dikehendaki oleh Allah, maka manusia menciptakan sistemnya sendiri: Eksploitasi, egois, rakus, dan ingin mencari keuntungan pribadi (bandingkan dengan frasa ingin menjadi seperti Allah). Ketika Hawa memetik buah pohon terlarang, maka keseimbangan telah dirusak. Alam harus terkutuk karenanya. Dan dampak dari semua itu dapat kita lihat sampai hari ini.

Semangat kapitalisme dan kerusakan alam

Kapitalisme, yang berorientasi pada keuntungan pribadi, dapatlah dikatakan sebagai sebuah ideologi yang mengkhianati atau menolak kehendak Allah. Kerusakan alam yang semakin parah kita saksikan dan dengar bisa dipastikan disebabkan oleh para borjuis yang berusaha memperoleh profit sebanyak-banyaknya. Bertolak dari kisah penciptaan, maka sesungguhnya Allah sudah mengatur semuanya dengan sangat baik. Ada wilayah yang sudah dikhususkan untuk menjadi negara industri dan ada pula wilayah yang dikhususkan untuk menjadi negara agraris. Semuanya dengan satu tujuan, agar keseimbangan terjadi dan antar satu negara dengan negara lain dapat saling membantu demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi semua orang. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Negara-negara adidaya, dengan semangat egosentris yang tinggi, menjajah negara lain demi keuntungan pribadi dan kaumnya. Negara agraris yang limpah akan sumber daya alam dirusak untuk memenuhi ambisi dan kantong – kantong yang nampaknya tak kunjung penuh.

Jika teks dalam kejadian 3:6a diterjemahkan dalam konteks dosa kapitalisme, (khususnya Amerika terhadap Indonesia) maka bunyinya akan seperti ini, “Lalu Pemerintah Amerika melihat, bahwa (Alam) Indonesia itu baik untuk dirampas dan membawa keuntungan nampaknya”. Bukankah ini yang terjadi di dunia yang sedang kita tinggali? Manusia tidak mengenal apalagi berusaha menjaga keseimbangan. Bahkan mereka yang menyebut diri Kristen sekalipun kerapkali terhisap masuk dalam semangat demikian. Kita dibuat berimajinasi kalau hanya dengan menjadi negara industri maka rakyat akan sejahtera. Tidak heran kalau negara seperti Indonesia dan negara berkembang lainnya pun rela dirusak alamnya demi pembangunan dan infrastruktur. Kita dibodohi dan dibutakan dari rencana kekal Allah yang menghendaki agar manusia saling membantu dalam merawat ciptaan-Nya, bukan justru berlomba merusaknya.

Penutup: Kembalikan Dunia Pada Tujuan Awal Penciptaan

Alam sedang melawan dan akan terus melawan. Kalimat ini bukanlah bualan semata. Bencana banjir, longsor, kekeringan, kelaparan, global warming, mencairnya es di kutub Utara, dlsb, merupakan bentuk ‘perlawanan’ dari alam kepada manusia. Akan tiba saatnya pohon akan dikategorikan sebagai sesuatu yang dilindungi karena hampir punah. Akan tiba saatnya air jauh lebih berharga dibanding emas. Akan tiba saatnya manusia akan sadar bahwa mereka ‘telanjang’ dan merasa malu akibat perbuatannya sendiri. Sebelum itu terjadi, kita harus mencegah sejak dini. Mulai hari ini dan di tempat kita tinggal masing-masing.

Terus serukan penolakan terhadap semangat kapitalisme yang merusak dan eksploitatif. Terus serukan kepada semua orang bahwa alam kita perlu dijaga keseimbangannya.

Jangan berhenti menyuarakan serta melakukan nilai-nilai kerajaan Allah hingga Sang Anak Domba kembali dalam kemuliaan-Nya.